Perpustakaan Tanoh Abee yang terdapat di Desa Tanoh Abee,
Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar. Menurut hasil penelitian Arkeologi
Islam Indonesia, perpustakaan tersebut merupakan satu-satunya perpustakaan
Islam tertua di Nusantara, bahkan termasuk perpustakaan Islam yang paling tua
di Asia Tenggara.
Keberadaan
perpustakaan Tanoh Abee ini tak terlepas dari sejarah pendirian sebuah
pesantren (dayah) yang
dibangun oleh ulama asal negeri Baghdad, bernama Fairus Al-Baghdady yang datang
ke Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M).
Fairus hijrah ke Aceh waktu itu bersama 7
saudaranya. Empat orang, termasuk Fairus menetap di wilayah Aceh Besar. Tiga
saudara lainnya menyebar ke Pidie dan Aceh Utara.
Diperkirakan Fairus Al-Baghdady inilah sebagai
ulama yang mula-mula membangun pesantren (dayah) tersebut, yang kemudian
dikenal dengan pesantren Tanoh Aceh sebagai cikal-bakal dari perpustakaan kuno
Tanoh Abee sekarang ini. Karena di dalam pesantren tersebut tersimpan ribuan
kitab tulisan tangan karya para ulama Aceh terdahulu. Pewaris
Perpustakaan yang terletak di kaki gunung Seulawah
yang berjarak sekitar 42 km ke arah Timur Kota Banda Aceh, atau sekitar 7 km ke
pedalaman sebelah Utara ibukota Kecamatan Seulimum ini, dikelola secara turun
temurun sejak 600 tahun lalu.
Mulai dari pendirinya Syeh Fairus Al-Baghdady pada
masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, diteruskan oleh seorang anaknya bernama
Syeh Nayan. Kemudian Syeh Nayan ini mewariskan kembali perpustakaan tersebut
sekaligus pesantrennya bernama Syeh Abdul Hafidh.
Selanjutnya beralih ke tangan Syeh Abdurrahim, yang
menurut catatan sejarah, Syeh Abdurrahim termasuk pewaris pesantren Tanoh Abee
yang sangat banyak mengumpulkan naskah-naskah kuno untuk menjadi koleksi
perpustakaan.
Dari Syeh Abdurrahim perpustakaan dan pesantren ini
diwarisi oleh Syeh Muhammad Saleh. Diteruskan oleh anaknya Syeh Abdul Wahab.
Kemudian Syeh Muhammad Sa’id.
Dari Muhammad Sa’id pesantren ini diurus oleh
Teungku Muhammad Ali, hingga kemudian jatuh kepada pewaris terakhir sekarang
ini, yaitu Al-Fairusy, sebagai pewaris urutan ke-9.
Disalin
Dari pewaris terakhir inilah penulis memperoleh
sejumlah keterangan tentang sejarah dan keberadaan perpustakaan kuno Tanoh
Abee.
Dari 9 orang keturunan yang mewariskan perpustakaan
ini, yang menonjol kemajuannya adalah pada masa kepemimpinan Syeh Abdul Wahab
(pewaris ke-6).
Syeh Abdul Wahab inilah yang kemudian dikenal
sebagai ulama besar yang berpengaruh di Aceh dengan sebutan Teungku Chik Tanoh
Abee.
Ketika pesantren Tanoh Abee berada di bawah
kepemimpinannya, hampir seluruh perhatian Syeh Abdul Wahab dicurahkan untuk
memajukan perpustakaan. Ia sangat berminat agar perpustakaan pesantren Tanoh
Abee menjadi sebuah perpustakaan Islam terbesar di Nusantara, dan bahkan dapat
menjadi perpustakaan Islam terbesar di Asia Tenggara.
Untuk mengujudkan cita-cita itu, Syeh Abdul Wahab
menyalin ribuan kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Jawi dari berbagai ilmu
pengetahuan untuk menjadi perbendaharaan perpustakaan Tanoh Abee.
Hal yang menyedihkan ketika ulama Nuruddin
Ar-Raniry memusnahkan kitab-kitab karya ulama Sufi terbesar di Aceh, yaitu Syeh
Hamzah Fansuri, karena ajarannya dianggap “sesat” oleh Nuruddin Ar-Raniry.
Orang memperkirakan dengan kejadian itu semua kitab
Hamzah Fansuri telah habis dibakar saat itu. Ternyata sebahagian besar
kitab-kitab dari karya Hamzah Fansuri yang ditulis tangan masih sempat
diselamatkan di perpustakaan Tanoh Abee hingga sekarang ini.
Sejumlah naskah kuno, kitab hasil karangan para
ulama Aceh terdahulu, hingga akhir abad ke-18 diperkirakan sekitar 10.000 buah
naskah (tulis tangan) tersimpan di perpustakaan ini. Namun dalam perjalanan
waktu naskah-naskah tersebut banyak yang lapuk dan rusak akibat tidak mendapat
perawatan sebagaimana mestinya.
Selain itu, naskah-naskah tersebut juga banyak yang
dimusnahkan dan dicuri oleh Belanda ketika mereka masuk ke Tanoh Abee waktu
itu.
Kini menurut cerita Tgk. M. Dahlan Al Fairusy
selaku pimpinan pesantren sekaligus pengelola perpustakaan kuno Tanoh Abee ini,
jumlah kitab yang masih tersisa di perpustakaan ini sekitar 3.000 naskah lagi.
Sebagian disimpan di pesantren dan sebagian lagi tersimpan di rumah Tgk. Dahlan
agar tidak sampai Hilang.
(facebook kapten aceh)
0 komentar :